Masyarakat Legal Mengelola Kawasan Hutan

Restorasi Ekosistem | Masyarakat Legal Mengelola Kawasan Hutan | Skema IUPHHK-RE (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem) belum begitu dikenal oleh sebagian besar masyarakat. Masyarakat masih memiliki paradigma yang salah terhadap skema IUPHHK-RE yang mana skema ini masih disamakan dengan skema IUPHHK-HA atau Skema Izin HTI yang mana membuat ruang kelola masyarakat menjadi terbatas. Sehingga hal ini menjadi potensi konflik yang berkepanjangan. Tidak bisa kita pungkiri bahwa jauh sebelum sebuah perusahaan mendapatkan izin di dalam kawasan hutan, masyarakat sekitar kawasan hutan sudah mengelola kawasan secara turun menurun, hal ini membuat paradigma masyarakat terhadap suatu lahan di kawasan hutan menjadi hak yang turun menurtun, meskipun sebagian masyarakt tau bahwa mereka mengelola kawasan tanpa izin dan sadar tindakan ini salah secara hukum. Namun kebutuhan akan lahan menjadi faktor utama masyarkaat untuk tetap bertahan.

Penguatan Kelompok Tani Hutan (KTH)
Namun tidak juga bisa kita pungkiri bahwa aktivitas mayarakat yang selama ini cenderung merusak hutan melaui kegiatan illegal logging, perburuan satwa, dan pertanian ladang berpindah. Aktivitas ini menjadi kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh masyarkat yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan hutan terutama perambahan hutan. Aktivitas ini jugalah yang membuat konflik ketika suatu perusahaan mendapatkan izin kelola.

Distribusi Bibit Kehutanan ke KTH
Namun hal ini dapat diubah menjadi aktivitas yang sejalan dan mendukung kegiatan restorasi ekosistem melalui peran serta aktif masyarakat setempat dalam semua aspek kegiatan restorasi ekosistem yang dapat masyarakat lakukan, yang memberi ruang kelola kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa mengelola lahan dalam kawasan hutan secara legal. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hal ini menjadi sorotan utama terkait dengan pengelolaan hutan dengan menyiapkan program yang memastikan pengentasan kemiskinan masyarakat khususnya disekitar hutan dapat dilakukan dengan model peningkatan kesejahteraan dan pelestarian lingkungan yang menciptakan keharmonisan antara pemegang izin dan masyarakat. Model ini dikenal dengan Perhutanan Sosial.

Pemetaan Partisipatip KTH
Aspek sosial menjadi salah satu aspek penting dalam konsep pengelolaan hutan lestari, hal ini berkaitan dengan pengamanan hutan, bahwa yang lebih cepat dan efektif dalam pengamanan hutan adalah masyarakat. Sehingga model Perhutanan Sosial menjadi pintu utama bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan kawasan hutan tanpa merubah status dan fungsi kawasan hutan.







Tujuan Perhutanan Sosial :
  1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian
  2. Membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah
  3. Penyelesaian permasalahan dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan.
  4. Pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar : Lahan, Kesempatan Usaha dan Sumber Daya Manusia.
Pelaku Perhutanan Sosial :
  • Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) / Lembaga Adat
  • Kelompok Tani Hutan (KTH), Kelompok Tani Penghijauan (KTP), Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi
  • Masyarakat Hukum Adat (MHA)
  • Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
Lihat juga http://pskl.menlhk.go.id/akps/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.